“Setebal Bongkahan Awan”

 

Beberapa hari kemudian, Khadijah telah dipersilakan pulang. Ia dinyatakan sembuh total. Semua keluarga-sanak-kerabat turut berbahagia. Ditambah lagi dengan pernyataan Khadijah yang mengatakan bahwa ia memilih ikhlas untuk mengenang Raihan dan menerima Arsil seutuhnya sebagai suami satu-satunya.

“Alhamdulillah…” ucap semua yang menyaksikan kabar itu

…..

Di lain sisi, Aisyah yang tengah tilawah Al-Qur’an di kamarnya dihampiri Ibunya.

“Assalamu’alaikum, Nak.” Ucap Ibunya sebari membuka pintu kamar putri kesayangannya

“Wa’alaikumussalam, Umi.” Jawab Aisyah dilengkapi senyuman menawannya

 

Sang ibu semakin mendekat dan tiba-tiba memeluknya dengan bola mata yang berkaca-kaca.

“Lho, kenapa, Umi?” tanya Aisyah cemas

“Sayang, kamu pasti sudah tahu kan berita tentang Bu Dosen Khadijah?”

“Tentu dong, Umi. Bahkan Aku orang pertama yang dikabari. Hehehe.” Jawab Aisyah dengan menunjukkan raut bahagia

“Astagfirullah…..” ucap sang ibu meneteskan air mata

“Kok Umi nangis? Bahagia dong, harusnya…”

“Nak, Umi tahu perasaanmu saat ini. Pasti sangat……..”

“Hussstttt. Umiku sayang… sudah lama Aku mengikhlaskan Kak Arsil. Tidak ada sisa rasa sedikitpun terhadapnya. Malah aku sedang dekat dengan laki-laki lain. Hihiii…”

“Sungguh? Kenapa tidak pernah cerita ke Umi sama Abi?”

“Aku mau fokus belajar dulu, Umi. Insyaallah nanti setelah wisuda Aku kenalkan dan insyaallah akan membahas lamaran, mungkin pernikahan.”

“Benarkah?”

Aisyah menganggukkan kepalanya. Sang ibu pun bahagia dan memeluk anaknya yang cantik itu. Setelah ibunya keluar dari kamar, satu per satu air mata Aisyah berjatuhan. Segala sesak dalam dada menumpuk memenuhi ruang hatinya. Ia berkata pelan, “Maafkan Aku, Mi. tidak ada niat untuk membohongi, hanya saja tidak ingin Umi sedih karena menyaksikan keperihan hati ini. Semoga saja apa yang aku ucap tadi dikabulkan oleh Allah sehingga benar-benar nyata agar harapan dan kebahagiaan yang umi rasakan bukan fatamorgana.”

 

***

Suatu hari, untuk mengisi liburan semester 6, Aisyah izin untuk berlibur ke Singapura bersama beberapa teman dekat seangkatannya. Orang tuanya pun mengizinkan, asal ia menjaga diri baik-baik. Esok harinya ia bersama teman-temannya ke Stasiun kereta, karena mereka ingin perjalanannya lebih berkesan dengan berkendarakan kereta.

Di pertengahan perjalanan, di dalam kereta, Aisyah sangat terkejut melihat seorang lelaki yang begitu mirip dengan Dokter Raihan. Ketika kereta berhenti dan mereka semua turun, tanpa sadar ia mengejar lelaki itu. Teman-temannya hampir kehilangan jejak tapi untungnya dapat bertemu.

“Aisyah, kamu mau ke mana?” tanya teman-temannya

“Sebentar, Aku ada sedikit urusan. Tunggu ya.” Jawab Aisyah

“Hey… mau tunggu di mana, kita baru pertama kali ke sini!”

“Sebentar tunggu di sini. Aku akan segera kembali dalam 15 menit.”

 

Aisyah dengan cepat berlari, mengejar laki-laki itu.

“Kamu, tunggu…!” teriak Aisyah

Lelaki itu pun menghentikan langkahnya, menengok kanan dan kiri. “Anda memanggil saya?” tanya lelaki itu

“I…i..iya.” jawab Aisyah gugup karena bingung kenapa juga mengejar dan memanggilnya. “Ah, tapi dia mirip sekali dengan Dokter Raihan. Aku harus selidiki dia!” ucap Aisyah dalam hatinya

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya lelaki itu

“Ka..kamu, Dok… Mmmm… maksud saya, boleh saya tahu nama kamu?”

“Ada kepentingan apa, ya?” kata lelaki itu balik tanya dan membuat Aisyah semakin bingung

“Mmmm… hanya ingin tahu, kalau tidak boleh ya tidak apa-apa…”

“Nama lengkap saya Ahmad Farhan Mubarok Al-Habsyi, panggil saja Farhan. Saya lahir di Madura dan merantau di Jawa Tengah, mondok sambil kuliah. Saat ini usia saya menginjak 20 tahun lebih 2 bulan 22 hari 2 jam. Saya Mahasiswa Universitas Indonesia fakultas sejarah peradaban dunia semester akhir yang sedang melakukan tugas penelitian kualitatif tentang sejarah dan keistimewaan patung singa di Singapura. Sudah cukup? Atau ada yang mau ditanyakan lagi?”

Aisyah terbelalak mendengar penjelasannya yang panjang lebar tapi cepat itu.

“Sudah, cukup. Mmm terimakasih.”

“Baik, kalau begitu saya pamit. Waktu saya tidak lama, sudah ditunggu teman-teman dan dosen saya.”

“Iya, silakan.”

“Oke, saya permisi Aisyah.”

“Kok kamu tahu nama saya?”

“Itu terpampang jelas di kartu pelajar yang kamu kalungkan. Wassalamu’alaikum.”

“Oh iya, wassalamu’alaikum.”

***

 

Tak disangka, ternyata Aisyah dan Farhan satu hotel namun brbeda lantai. Di sana, mereka pun tinggal selama satu pekan lamanya. Yang tentunya cukup sering bertemu. Aisyah tidak biasa memandang laki-laki, namun kali ini ia benar-benar penasaran mengapa Farhan bisa semirip itu dengan Raihan?

Farhan merasakan bahwa dirinya dipantau oleh Aisyah. Ia bukan type lelaki yang mudah kepedean atau risihan. Kepribadiannya humble dan selalu berpikir positif terhadap siapapun. Ia hanya merasa heran mengapa Aisyah sedari awal bertemu seperti menyimpan keganjalan terhadap dirinya? Ia mencoba mencari tahu diam-diam.

……

Di sore hari, Aisyah sedikit terkejut melihat postingan Khadijah dan Arsil yang sedang bermulan madu di Makkah sambil melaksanakan ibadah umroh. Mereka berdua tidak memposting hal-hal romantis, melainkan keagamaan dan interaksi sosial sesama umat di sana. Bersedekah, tholabul’ilmi, dll bersama. Aisyah menarik nafas dalam-dalam. “Aisyah, rileks! Ikhlas! Kamu ke sini untuk liburan, menenagkan pikiran dan hati, jangan kamu kacaukan sendiri oleh rasa cemburu yang tidak semestinya! Sekarang jangan dulu memantau mereka, mereka berhak bahagia dan kamu pun harus bahagia. Jangan kotori hatimu dengan penyakit yang menodai iman!” Ucapnya dengan tegas.

Dari samping Farhan tertawa dan bertepuk tangan. Aisyah terkejut dan malu disertai takut.

“Hebat, hebat, hebat! Ternyata hati kamu setebal bongkahan awan, ya? Kuat dan tegar!” ucap Farhan

“Tidak usah khawatir, saya akan menjaga apa yang saya dengar. Ini, saya ada buku bagus. Kayaknya cocok untuk kamu. Silakan ambil.” Lanjut Farhan sambil menyodorkan buku miliknya.

Aisyah terdiam bingung dan malu.

“Oh baik, saya simpan di meja ini. Kayaknya kamu tidak biasa berjarak dekat dengan laki-laki. Oke, saya melangkah mundur.”

Aisyah menunduk. Dalam hati ia berkata, “Kamu ini sebenarnya siapa? Bukan hanya wajah yang mirip dengan Dokter Raihan, tetapi sikap juga. Hanya saja Dokter Raihan tidak begitu humble. Andai saja kamu benar-benar Dokter Raihan yang sedang menyamar, pasti kamu sangat sedih jika mengetahui Bu Khadijah, istri yang sangat kamu cintai itu telah memiliki suami selain kamu. Ah, tapi mana mungkin kamu menyamar? Untuk apa? Lagian ini bukan kisah film atau drama!”

“Aisyah?” panggil Farhan

“Mmmm… iya, terimakasih. Nanti kalau selesai saya abaca, akan segera saya kembalikan.”

“Tidak perlu, itu untukmu. Permisi, lima menit lagi saya ada tugas.”

Farhan pun melangkah pergi.

 

 

 

Bersambung………………..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here