Kala itu, mentari melemparkan jutaan kilau triknya pada komponen tata surya, termasuk bumi. Hingga bumi pun turut tersenyum padanya. Dari kejauhan, terlihat seorang pemuda yang mengenakan pakaian dinas dengan lengkap. Semua yang mengenalnya memanggilnya Pak Rofiq. Ya, dia adalah seorang guru muda di sekolah SMPN Cahaya Nusa. Ia berkepribadian religius, apik, rajin, disiplin dan semangat. Namun, tidak sedikit orang yang tidak memghargainya bahkan muridnya sendiri. Bagi orang yang berhati bersih pasti segan dan hormat kepadanya, tapi bagi yang memandang sebelah mata, ia ternilai berlebihan.
“Terlalu rajin, padahal belum waktunya. Pasti mau dijuluki si rajin!”
“Kebanyakan nasehat, so suci!”
“Selalu menegur bila melihat ketidakbaikan, padahal bisa peringatan dulu!”
Itulah kata-kata yang sering terlontar dari lisan-lisan yang tak seirama dengan tujuannya. Namun ia tetap menggenggam perinsipnya itu. “Yang penting Allah ridho dan apa yang saya lakukan itu benar.” ucap Rofiq dalam hatinya
Di jam istirahat, Rofiq menuju Masjid yang terletak di area sekolah. Tadi sebelum berangkat ke sekolah, ia tak sempat shalat duha jadi diganti pada jam istirahat sekolah. Sebagaimana kebiasaannya membaca Q.S Waqi’ah dan shalawat munjiyat 10x setelah duha, membuatnya sedikit terlambat masuk kelas. Hingga ada salah seorang murid yang menyindirnya, “Teman-teman, sekarang jam berapa ya..??”
“10:25” jawab yang lain
“Masuk kelas jam…??”
“10:15…!”
Rofiq tersenyum. Ia simpan barang-barangnya di atas meja lalu melangkah keluar kelas dan menghormat kepada bendera merah-putih kemudian lanjut lari mengelilingi lapangan 10x sambil beristighfar.
Kepala sekolah menyaksikan itu dan menghampiri, lalu bertanya kepada Rofiq.
“Mengapa Bapak melakukan ini?”
“Saya telat masuk kelas, Pak. 10 menit.” jawab Rofiq dengan jujur
“Ya Allah, Pak.. hanya 10 menit sampai seperti ini??”
Rofiq tersenyum. Para siswa yang menyaksikan menunduk. Beberpa yang tidak menyukainya lagi-lagi berperasangka baruk.
“Elllaaah… caper, biasa….”
…….
Jam pelajaran terakhir pun tiba. Saat Rofiq hendak melangkah masuk kelas, ia mendengar perbincangan murid-muridnya yang tengah membicarakannya.
“Yaelaah, pelajaran Pak Rofiq ya? Males aku!”
“Kenapa?”
“Terlalu banyak tuntutan. Harus bener-bener paham materi, harus bisa persentasi, belum lagi suka ngatur gaya ngomong yang harus sesuai tuntunan syari’at… padahal guru Seni, tapi lebih-lebih dari guru PAI!”
“Lah… bagus dong, berarti Pak Rofiq itu bukan hanya pelita ilmu, tapi pelita akhlak juga.. dan itu kan memang tugas utama seorang guru..”
“Tau ah, samanya kamu mah sama Pak Rofiq!”
Rofiq menarik nafas sambil beristighfar, kemudian segera melangkah masuk dan mengucap salam. Pelajaran pun berjalan. Dan di akhir pelajaran, Rofiq meminta maaf kepada murid-muridnya atas ketidaknyamanan metode bimbingannya. Murid yang awalnya komplen pun merasa bersalah.
……
Esok hari, ada undangan perlombaan seni dan literasi. Karena Rofiq adalah guru yang bersangkutan, maka pihak Kepala sekolah menunjuknya untuk membimbing latihan. Awalnya, banyak murid yang mengeluh. Tapi, ternyata Rofiq melatih dengan sangat baik dan asyik sehingga peserta yang mengikuti lomba pun senang dan semangat. Dan alhasil, ketika perlombaan berlangsung, mereka banyak yang mendapat prestasi bahkan menjadi juara umum. Akhirnya mereka semua mengucapkan banyak terima kasih. Sejak itulah, para siswa-siswi lebih menyukai dan menghormatinya.
…….
Esok hari, ketika jam pulang sekolah.. mereka berniat untuk meminta maaf atas sikap mereka selama ini yang telah melupakan pelita sebegitu indah hanya karena ego dan kemalasan. Namun, niat mereka gagal. Diperjalanan pulang, motor Rofiq mogok di tengah jalan. Belum sempat ke pinggir jalan, tiba-tiba ada mobil yang melaju begitu kencang yang mengakhibatkan menabrak Rofiq.
Kecelakaan itu disaksikan oleh semua siswa-siswinya. Mereka berteriak dan segera berlari menghampiri untuk menyelamatkan. Tetapi Sang Mahakasih lebih merindukannya, hingga detak nadinya berhenti setelah menyampaikan pesan, “Maafkan Bapak yang berlebihan ini ya, Nak. Tapi sungguh, tidak ada niat untuk mengekang kalian sama sekali. Murni karena sayang kalian, ingin kalian jadi orang-orang besar. Sukses selalu, rajinlah belajar dan jaga selalu niat agar lillahi ta’ala.. Bapak pamit.. Laa ilaaha illallah muhammadur-rasulullah…”
Nafas Rofiq pun berhenti saat itu. Semua menjerit dan menangis. Kini mereka sangat menyesal karena telah sempat melupakan pelita yang berharga itu. Dan kini, mereka kehilangan pelita itu untuk selmanya. Hanya do’a yang dapat menitipkan salam kepadanya, kepada pelita itu, guru mereka, Pak Rofiq.
SELESAI
Cerpen By : Syifa Garfield
“Selamat Hari Guru Nasional”
Muliakanlah semua guru-guru kita, karena merekalah salah satu pintu keberkahan terbesar bagi kita.